Pernikahan adalah
Suatu Perjanjian (covenant)
Pernikahan yang baik adalah komitmen total dari dua orang (lawan jenis) di hadapan Tuhan dan sesame.
Pernikahan yang baik di dasarkan kesadaran bahwa pernikahan ini adalah
kemitraan yang mutual. Pernikahan yang baik juga melibatkan Tuhan secara proaktif
di dalam setiap pengmabilan keputusan, sebab perkawinan adalah sebuah rencana
ilahi yang istimewa. Dengan demikian pernikahan itu mestinya tetap dijaga dan
dipertahankan di dalam keuatan Roh yang mempersatukan
Secara simbolis orang yang menikkah mengucapkan janji nikah
di Gereja. Secara sederhana, perjanjian adalah satu persetujuan antara dua atau
lebih individu ataupun kelompok. Perjanjian itu adalah to love and tobe loved. Menurut Balswick (The Family: A Christian Perspectiveon the contemporary Home), ada
tiga hal yang dapat kita pelajari dari perjanjian yang Allah tetapkan itu. pertama; perjanjian itu sepenuhnya
merupakan tindakan Allah, bukan sesuatu yang bersifat kontrak. Komitmen Allah
ini akan tetap berlangsung, tidak tergantung pada manusia. Kedua, Allah menghendaki respons dari manusia. Namun ini bukan
berarti perjanjian tersebut bersifat kondisional. Perjanjian itu tetap menjadi
satu perjanjian yang kekal, terlepas dari apakah umat Tuhan melakukannya atau
tidak. Ketiga, Allah menyediakan
berkat-berkat dan keuntungan bagi mereka yang menuruti perjanjian tersebut. Manusia
diberi kebebasan untuk memilih, untuk hidup dalam perjanjian itu atau
menolaknya
R.C Sproul (berkata bahwa penikahan bukanlah hasil dari
perkembangan kebudayaan manusia. Istititusi pernikahan ditetapkan seiring dengan
penciptaan itu sendiri. Senada dengan itu, John Stott (Isu-isu global : Menantang Kepemimpinan Kristiani) berkata “…perkawinan
bukanlah temuan manusia. Ajaran kekristenan tentang topik ini diawali dengan
penegasan penuh kegembiraan bahwa perkawinan adalah GAGASAN ALLAH, bukanlah
gagasan manusia…perkawinan sudah ditetapkan Allah masih pada masa sebelum
kejatuhan manusia ke dalam dosa
Kalau demikian, pengertian di atas mengandung tiga implikasi
Pertama : setiap orang yang mau menikah seharusnya
memberikan attensi pada pengenalan eksistensi Allah sebagai pendiri lembaga
ini.
Kedua : memberikan Allah otoritas penuh dalam memimpin
lembaga ini, sehingga komunikasi suami-istri bersifat trialog. Artinya Allah
dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan
Ketiga : pernikahan diikat oleh komitmen seumur hidup, sebab
perjanjian itu bukan kepada manusia, tetapi kepada Allah sendiri
Dengan memahami pernikahan adalah satu ikatan perjanjian
dengan Allah, maka calon suami-istri disadarkan agar senantiasa bergantung pada
kekuatan Allah dalam menjalani roda pernikahan.
Di adaptasi dari buku ”Surat Ijin Menikah” oleh Julianto Simanjuntak
dan Roswitha Ndraha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar