Kamis, 04 Oktober 2012

Hakekat pernikahan (1)


Pernikahan adalah Suatu Perjanjian (covenant)
Pernikahan yang baik adalah komitmen total dari dua orang (lawan jenis) di hadapan Tuhan dan sesame. Pernikahan yang baik di dasarkan kesadaran bahwa pernikahan ini adalah kemitraan yang mutual. Pernikahan yang baik juga melibatkan Tuhan secara proaktif di dalam setiap pengmabilan keputusan, sebab perkawinan adalah sebuah rencana ilahi yang istimewa. Dengan demikian pernikahan itu mestinya tetap dijaga dan dipertahankan di dalam keuatan Roh yang mempersatukan
Secara simbolis orang yang menikkah mengucapkan janji nikah di Gereja. Secara sederhana, perjanjian adalah satu persetujuan antara dua atau lebih individu ataupun kelompok. Perjanjian itu adalah to love and tobe loved. Menurut Balswick (The Family: A Christian Perspectiveon the contemporary Home), ada tiga hal yang dapat kita pelajari dari perjanjian yang Allah tetapkan itu. pertama; perjanjian itu sepenuhnya merupakan tindakan Allah, bukan sesuatu yang bersifat kontrak. Komitmen Allah ini akan tetap berlangsung, tidak tergantung pada manusia. Kedua, Allah menghendaki respons dari manusia. Namun ini bukan berarti perjanjian tersebut bersifat kondisional. Perjanjian itu tetap menjadi satu perjanjian yang kekal, terlepas dari apakah umat Tuhan melakukannya atau tidak. Ketiga, Allah menyediakan berkat-berkat dan keuntungan bagi mereka yang menuruti perjanjian tersebut. Manusia diberi kebebasan untuk memilih, untuk hidup dalam perjanjian itu atau menolaknya
R.C Sproul (berkata bahwa penikahan bukanlah hasil dari perkembangan kebudayaan manusia. Istititusi  pernikahan ditetapkan seiring dengan penciptaan itu sendiri. Senada dengan itu, John Stott (Isu-isu global : Menantang Kepemimpinan Kristiani) berkata “…perkawinan bukanlah temuan manusia. Ajaran kekristenan tentang topik ini diawali dengan penegasan penuh kegembiraan bahwa perkawinan adalah GAGASAN ALLAH, bukanlah gagasan manusia…perkawinan sudah ditetapkan Allah masih pada masa sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa
Kalau demikian, pengertian di atas mengandung tiga implikasi
Pertama : setiap orang yang mau menikah seharusnya memberikan attensi pada pengenalan eksistensi Allah sebagai pendiri lembaga ini.
Kedua : memberikan Allah otoritas penuh dalam memimpin lembaga ini, sehingga komunikasi suami-istri bersifat trialog. Artinya Allah dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan
Ketiga : pernikahan diikat oleh komitmen seumur hidup, sebab perjanjian itu bukan kepada manusia, tetapi kepada Allah sendiri
Dengan memahami pernikahan adalah satu ikatan perjanjian dengan Allah, maka calon suami-istri disadarkan agar senantiasa bergantung pada kekuatan Allah dalam menjalani roda pernikahan.
Di adaptasi dari buku ”Surat Ijin Menikah” oleh Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar